Blockchain untuk Transparansi Bank

Sistem pembayaran antarnegara standar, yang dulunya dikenal sebagai tulang punggung bisnis internasional, kini makin menghadapi pengawasan ketat. Meskipun telah dipakai selama puluhan tahun, sistem ini tetap terselubung oleh ketidakefisienan, biaya tersembunyi, dan tantangan kepatuhan. Bagi bisnis maupun masyarakat, kurangnya transparansi, tarif mahal, serta fragmentasi regulasi menyebabkan situasi amat mengesalkan.

Efek “Kotak Hitam” pada Transfer Biasa Slot RTP Tinggi

Satu dari kesulitan paling sering terjadi dalam transaksi lintas negara tradisional adalah kurangnya visibilitas dari mulai hingga selesai. Ketika Bank A mengirim uang ke Bank D lewat bank (B dan C), institusi pengirim sering kehilangan pantauan aset begitu dana keluar dari sistemnya. Pembaruan tergantung hanya pada pesan SWIFT, yang tidak memberikan pelacakan lokasi dana secara waktu nyata.

Minimnya transparansi ini berakibat pada ketidakpastian dalam lamanya transfer, karena pembayaran bergantung pada waktu kerja dan jadwal kliring dari setiap bank penghubung. Transfer mungkin terjadi antara sejumlah waktu hingga banyak periode. Fluktuasi seperti ini merusak perencanaan bisnis dan menambah bahaya ekonomi yang tidak diinginkan.

Ketika pembayaran tertunda, pelanggan harus memulai investigasi berharga besar — sering disebut “Lacak dan Recall.” Prosedur ini bisa berjalan minggu dan menambah beban tinggi, meningkatkan ketidakpuasan pelanggan.

SWIFT gpi: Langkah Sementara Kepada Transparansi

Sebagai tanggapan terhadap ketidakefisienan ini, SWIFT meluncurkan inisiatif Global Payments Innovation (gpi). Metode ini meningkatkan visibilitas lewat “pelacak” yang mengizinkan bank untuk melihat status transfer secara waktu nyata, seperti potongan komisi dari pihak tengah dan konfirmasi penyelesaian.

Sekalipun gpi telah memperbaiki transparansi dan kecepatan, sistem ini tetap bergantung pada adopsi sukarela dari bank anggota dan tetap saja beroperasi di dalam batasan protokol tradisional.

DLT: Solusi Revolusioner

Sistem Ledger Tersebar (DLT) secara fundamental memperbaiki masalah visibilitas dan penyelesaian transaksi. Dalam ekosistem DLT, semua pengguna berbagi buku besar tersinkronisasi yang berfungsi selain sebagai pelacak dan juga mesin penyelesaian.

Dengan penyelesaian atomik, transaksi terjadi hampir langsung — uang baik diterima atau tidak sama sekali dikirim pengirim, menghilangkan kemungkinan “transfer gagal.” Lebih dari itu, karena semua peserta berbagi catatan tunggal, transparansi menjadi seratus% waktu nyata.

Margin FX Terselubung: Harga Tak Terlihat dalam Transfer

Masalah struktural lainnya di sisi sistem warisan adalah margin FX yang tidak transparan. Pembelanja hampir tidak mengakuisisi nilai pasar saat ini yang akurat saat mengirim penghasilan melalui batas negara. Sebagai pengganti, bank mengimplementasikan nilai tukar ritel yang dihiasi spread tidak terlihat yang berfungsi sebagai profit tambahan.

Oleh karena klien hanya melihat jumlah keseluruhan diserahkan plus biaya transfer yang jelas, mereka umumnya kurang menyadari berapa banyak mereka hilangkan karena nilai FX yang lemah. Sebagai contoh, margin tersembunyi 1,5 persen pada pengiriman $10.000 menghasilkan kerugian seratus lima puluh dolar—ditambah biaya lain biaya layanan.

Platform fintech modern mendisrupsi produk ini dengan memperlihatkan harga pasar pasar menengah dan menunjukkan secara jelas biaya layanan yang sebenarnya. Pemisahan yang melibatkan biaya transfer dan spread FX menghadirkan transparansi menyeluruh, memungkinkan pembeli mengambil pilihan yang tepat.

Fragmentasi Regulasi: Beban Tersembunyi Kepatuhan

Pembayaran lintas batas juga mengalami kesulitan fragmentasi regulasi. Tiap perantara pemberi pinjaman wajib mengikuti aturan KYC (Kenali Konsumen) dan AML (Anti-Pencucian Uang) di yurisdiksi masing-masing, berujung pada proses verifikasi ganda serta biaya tambahan.

Oleh karena data sering dikirim dalam format tidak terstruktur, bank penerima dapat meminta detail lebih lanjut melalui kontak manual, menunda penyelesaian lebih lama. Sementara, biaya kepatuhan yang meningkat dan ancaman sanksi menyebabkan beberapa institusi keuangan besar “mengurangi risiko” dengan memutuskan hubungan dengan bank mitra kecil di negara berkembang—membatasi akses ekonomi dan mendorong lebih banyak transaksi ke saluran informal.

Menuju Masa Depan yang Terpadu dan Transparan

Industri keuangan global sedang mencari solusi melalui standarisasi data dan kerangka identitas digital. Adopsi ISO 20022 mengklaim pesan yang lebih terstruktur mengandung data kepatuhan yang terverifikasi. Sama halnya, ID digital berbasis blockchain dapat memungkinkan berbagi data KYC konsumen dengan aman, menjadikan kepatuhan sebuah bagian yang terintegrasi dari arsitektur pembayaran.

Dengan mengadopsi DLT, identitas digital, dan data standar, generasi berikutnya sistem pembayaran pada akhirnya memberikan apa yang model tradisional tidak berhasil berikan: kepercayaan.

Akhirnya, transformasi pembayaran global tidak hanya peningkatan teknologi—melainkan perubahan mendasar menuju fairness dan efisiensi dalam ekosistem keuangan global.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *